Saturday, August 13, 2011

HAJI : PERJALANAN SPIRITUAL YANG LUAR BIASA

Sejak 3 tahun lalu, keinginan untuk berangkat ke tanah suci, sudah sangat mendesak sehingga saya sering menangis sendiri, mohon kepada Allah agar diberi jalan dan kemudahan untuk mengunjungi baitulah

Alhamdulilah, pada bulan haji tahun 2008 yang baru lalu, saya dan suami berkesempatan menjadi tamu Allah untuk melaksanakan kewajiban kami menunaikan ibadah haji

Kami berangkat dengan bimbingan haji Tazakka, tanggal 2 Desember pagi, naik pesawat Garuda, direct flight Jakarta-Jeddah.

Di pesawat dalam perjalanan menuju Jeddah, tak lama setelah melewati miqat,dan berniat umroh, saya terus beristighfar dan berdzikir, air mata tak henti2 mengalir, ketakutan melanda apakah Allah akan mengijinkan saya menapaki tanah suci? Lebih dari 40 tahun saya sia-siakan hidup saya yang seharusnya untuk beribadah, dengan perbuatan yang mubazir.

Tapi saya berprasangka baik kepada Allah, Dia yang mengundang saya, Dia yang memberi saya rizqi untuk membayar ONH Plus dengan fasilitas luar biasa, Dia yang memberi saya kesempatan bertobat, tidak mungkin dia menolak saya saat saya telah mengucapkan "LA BAIK ALLAHUMA LABAIK", Aku datang memenuhi panggilanMu, ya Allah. Saya tersenyum, terus berdzikir, dan sesekali mengusap airmata kebahagiaan atas berkah dan rahmat Allah yang begitu besar kepada saya.

Begitu pesawat mendarat, saya setengah berlari menuruni tangga dan langsung sujud syukur di permukaan aspal di samping tangga pesawat. Tidak terlukiskan kebahagiaan saya, sedikit lagi saya akan tiba di baitullah.

Setelah melewati imigrasi, mengambil kopor dan istirahat sejenak, kami naik bus yang disediakan pemerintah Saudi, menuju Aziziah, Mekkah, tempat pondokan kami sebelum hari Arafah.


Mendekati tengah malam, dengan bus, kami berangkat ke Masjidil Haram untuk melaksanakan umroh yang pertama.

Saya masih tidak percaya, kami sudah begitu dekat dengan Masjidil Haram, sepanjang perjalanan kami mengumandangkan talbiyah, LABAIK ALLOHUMA LABAIK.

TERAPI RADIASI


Part 3
TERAPI RADIASI (RADIOTHERAPY)
Tanggal 24 September aku menjalani pemeriksaan di RS Dharmais untuk mempersiapkan pengobatan kanker tahap 3 yaitu radioterapi.
Aku menjalani CR Plan Mamae, area disekitar bekas operasi diukur dan ditandai dengan spidol untuk menunjukkan bagian tubuh yang nantinya harus diradiasi.
Radiasi diperlukan untuk membunuh sisa-sisa akar kanker yang mungkin masih ada di sekitar jaringan yang sudah dioperasi.
Mulai hari itu, bagian yang digambar dengan spidol tidak boleh kena air, bahkan keringat yang menempel di bagian yang kena radiasi akan menyebabkan kulit menghitam atau gosong. Jadi untuk 1 bulan ke depan, aku hanya boleh mandi dari pinggang ke bawah saja, karena bagian dada tidak boleh kena air.
Aku harus menjalani 30 kali radiasi, satu kali sehari, setiap hari, 5 hari seminggu, selama 1 ½ bulan. Dan untuk menjalani terapi tersebut, aku harus membayar hampir 16 juta rupiah, di luar biaya lab dan konsultasi dokter sp.rad.
Tanggal 1 Oktober 2009, aku mulai menjalani terapi radiasi.
Buatku,  terapi ini benar-benar menguras tenaga.
Sebenarnya terapi radiasi hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 10 menit. Tapi setiap pagi aku harus berangkat dari rumah di Bekasi jam setengah tujuh menuju RS Dharmais di Slipi untuk menunggu giliran radiasi mulai jam 8 pagi.
Biasanya banyak yang datang sebelum jam 8 pagi, karena mereka mengontrak rumah atau kost di sekitar RS Dharmais. Aku baru dapat giliran radiasi sekitar jam 10 atau ½ 11 siang, disinar sekitar 10 menit, lalu langsung pulang.
Tiba di rumah sudah lewat jam 1 siang, aku merasa exhausted, lelah luar biasa.
Begitu setiap hari selama 30 hari terus menerus.
Waktu menunggu giliran radiasi yang begitu lama (antara 2-3 jam) kuisi dengan bertukar pengalaman dengan pasien-pasien lain. Ada sesama pasien kanker payudara, ada pasien kanker rahim, kanker nasofaring, ada pasien yang metastasis ke tulang, paru, ada yang stadium 2,3 bahkan 4.
Subhanallah,  melihat kondisi sesama pasien yang akan diradiasi, aku semakin bersyukur, ternyata kondisi penyakitku boleh dibilang tidak ada apa2nya dibandingkan pasien lain.
Semua maksudku SEMUA pasien mencapai stadium lanjut karena menunda-nunda operasi dan pengobatan secara konservatif medis (bedah-kemo-radiasi). Alasan mereka bermacam-macam, ada yang takut operasi, ada yang takut mati, ada yang ingin mencoba obat2an alternatif dulu, ada yang takut tidak punya biaya berobat … Masya Allah…. sedih sekali melihat keadaan mereka.
Desi, yang takut operasi, apa boleh buat… ternyata setelah menunda selama 4 bulan sejak dokter menyuruhnya operasi,  kondisinya malah bertambah parah dan ia tetap harus dioperasi untuk membuang jaringan yang kena kanker, tidak ada jalan lain. Bedanya ? empat bulan lalu, dokter masih dapat mengusahakan hanya mengambil sebagian jaringan payudara yang kena kanker. Sekarang dengan sel kanker yang sudah meluas, seluruh payudaranya harus diangkat, dan hanya menyisakan kulit yang dijahit menutup  tulang dadanya.
Ibu Tri, sudah mencoba semua pengobatan alternatif yang ada, kondisinya sudah sangat parah, tapi tetap tidak mau dioperasi, sampai akhirnya dia mendatangi seorang Haji di daerah Jawa Barat, disuruh sholat sunah 2 rokaat dan minum air putih saja. Tiba2 pulang dari situ ia minta suaminya mengantar ke rumah sakit. Belakangan ia baru tau ternyata pak Haji itu bicara ke suaminya bahwa kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk diobati secara alternatif, harus ditangani RS, oleh karena itu pak Haji tersebut hanya memberi sugesti bahwa ibu Tri harus ke RS lewat air putih yang diminumnya. Saat itu, kanker payudaranya telah menyebar ke tulang belakang. Saat saya bertemu ibu Tri hari itu, dia telah menjalani pengobatan di RS Dharmais selama 2 tahun terakhir. Kondisinya sudah jauh lebih baik, dulu datang harus ditandu, setahun harus duduk  di atas kursi roda, sekarang sudah bisa jalan sendiri, tapi tetap harus memakai ransel besi untuk menopang tubuhnya, karena tulangnya sudah digerogoti kanker.
Ibu Erna, belum bisa dioperasi payudaranya karena masih ada luka terbuka. Saat itu dia masih menjalani radiasi dan kemoterapi untuk mengeringkan luka di dadanya dan melokalisir area kanker. Vonis dokter kanker payudara stadium 4 karena sudah menyebar ke paru-paru dan tulang.  Beberapa bulan sebelum bertemu dengan saya, bu Erna sempat dirawat di RS di daerah Karawaci karena paru2nya berair dan terpaksa di sedot dengan selang untuk mengeluarkan cairan dalam paru2nya. Tapi saat itu dugaannya hanya paru2 basah, bukan kanker. Setelah dibawa ke RS Dharmais, baru ditemukan ternyata cairan dalam paru2 disebabkan oleh kanker yang menyebar dari kanker payudara !!!!
Ibu Emi, terkena kanker nasofaring, setiap kali datang dengan taxi, dia langsung tergolek di atas velbed di sudut ruang tunggu radiasi. Tidak ada suara atau kata2 yang bisa keluar dari mulutnya, kulit lehernya dari dagu sampai bahu hitam menggosong, sebagian terkelupas menampakkan kulit kemerahan yang pastinya sangat perih. Dia tidak bisa memasukkan makanan apa pun ke mulutnya, dia memegang segulung tissue untuk menyeka air liurnya dan sebentar-bentar meludah, ia tidak bisa menelan sama sekali. bahkan ia tidak bisa menelan air liurnya sendiri, karena  terlalu sakit.
Melihat keadaan Ibu Emi, air mataku menetes…aku hanya bisa berdoa.Ya… Allah, ampunilah dosa2ku, janganlah engkau memberi aku cobaan yang aku tidak dapat menanggungnya…
Ada pasien yang begitu menderitanya, tapi tetap tenang dan sabar. Lain dengan Ibu Yati yang aku temukan duduk di pojokkan sambil sebentar-bentar menyeka air matanya. Saat aku tanyakan kenapa, ia menyatakan kerinduannya pada anaknya yang sudah lama tidak ia temui. Ketika aku tanya anaknya ada dimana, dia bilang anaknya sudah menikah, dan sekarang tinggal dengan suaminya,  tidak serumah lagi dengan dia. Masya Allah… bagaimana aku bisa menghibur dan menenangkannya… menyadarkannya untuk menerima bahwa anaknya sudah bersuami dan pasti akan meninggalkan rumah.  Aku hanya menepuk-nepuk pundaknya tanpa bisa berkata-kata…
Akhirnya kuberanikan bertanya, ”suami Ibu dimana?”
”sudah nikah lagi.” jawabnya pendek, sekarang tangisnya sudah terhenti.
”Sabar ya bu,” bujukku, ” memang tidak semua suami bisa menerima keadaan kita. Mungkin jodoh Ibu hanya sampai di sini, mudah2an Allah memberikan ganti yang lebih baik.” lanjutku.
”ah, ga papa, bu. Sekarang saya udah gak peduli lagi. Orang dia nikahnya udah setahun yang lalu, sebelum saya sakit kanker begini.”
Aku terhenyak…. jangan jangan ibu Yati kena kanker justru karena suaminya nikah lagi. Soalnya aku dengar salah satu pemicu kanker yang utama adalah stress, depresi dan ketidak stabilan emosi. Waduh… eh… subhanallah…
Rita, aku panggil saja dia begitu, kurasa umurnya lebih muda dari aku, terkena kanker serviks (leher rahim). Dia diradiasi di area vagina, jadi perih sekali kalau mau buang air kecil. Satu2nya larangan radiasi adalah tidak boleh kena air di sekitar area yang diradiasi, jadi dia harus menjaga tubuhnya mulai pinggang sampai paha atas agar selalu kering. Bagaimana caranya? Entahlah… aku tidak berani bertanya. Selama menunggu giliran radiasi pun ia lebih banyak berdiri. Kalaupun lelah,  dia akan duduk pelan2 sambil mencari posisi yang tepat karena kalau tidak dia akan meringis-ringis kesakitan. Subhanallah.
Saat kulihat Ibu Farida, pertama datang dengan tempat tidur yang didorong dari ruang perawatannya. Untuk meletakkan  ke meja radiasi, tubuhnya harus diangkat dengan tandu dari stainless yang di selipkan dari kanan kiri tubuhnya dengan hati2. setiap gerakan memindahkan yang salah membuat ibu Farida mengerang kesakitan. Aku mengobrol dengan suaminya, Ibu Farida  menderita kanker payudara stadium 4, sudah metastase (menjalar) ke tulang di 6 titik satu di tulang bahu, 2 di tulang panggul, 2 di tulang paha, dan 1 di tulang kering. Dia harus menjalani 15 sampai 20 radiasi untuk setiap titiknya. Sehingga kalau sehari hanya bisa ditembak di 3 titik, maka ia memerlukan 60 hari untuk di radiasi. Subhanallah… bukan main beratnya….
Tapi alhamdulillah, kemajuannya sangat membahagiakan, Minggu pertama ibu Farida masih harus diangkat dari tempat tidurnya, minggu kedua dia datang didorong suaminya di atas kursi roda. Kepalanya masih terkulai lemah. Minggu ketiga, masih di kursi roda, tapi sudah bisa di ajak ngobrol… hari ke 25… di sudah berani mencoba turun dari kursi roda, naik ke meja radiasi, lalu kembali duduk di kursi roda. Hebat bu Farida !!!! Selama 25 hari itu suaminya setia menemani, bagainama dengan pekerjaannya? Ternyata suami bu Farida bekerja di Telkom Bekasi, dia mengambil cuti 40 hari kerja untuk menemani istrinya….
Tapi hari ke 26. 27, 28 aku tidak melihat bu Farida… padahal terapi radiasi tidak boleh terhenti barang sehari pun. Bila terpotong sampai 3 hari atau lebih, terapi tersebut harus diulang dari awal….
Ya, Allah… kemanakah bu Farida? Aku takut bertanya pada perawat atau operator mesin radiasi…aku takut jawabannya akan sama seperti yang aku tanyakan pada bu Mei Ling.
Ibu Mei Ling, kena kanker serviks, saat aku mulai radiasi, dia sudah menjalani radiasi yang ke 20 jadi kami hanya berjumpa selama 10 hari. Dia bercerita selama ia dirawat di kamarnya yang berisi 4 orang, 2 diantaranya berurutan menutup mata di ruangan yang ditempatinya karena sudah tidak tertolong lagi.
Selama 30 hari menjalani terapi radiasi, aku menjalin persahabatan dengan pasien kanker lain, saling memberi semangat, tukar pengalaman dan berbagi, kadang berbagi makanan, kue, bahkan ada teman pasien yang memberiku tasbih mutiara, oleh2  dari Ambon.
Efek radiasi bervariasi pada tiap pasien, untuk pasien kanker nasofaring, terapi radiasi sangat menyiksa karena bagian yang disinar adalah sekitar hidung, telinga dan tenggorokan. Wajah tidak boleh kena air, suara hilang, tidak bisa menelan, mual dan muntah terus.
Pada pasien kanker rahim dan kanker usus, selain radiasi luar seminggu 1x pasien harus diradiasi dalam, artinya alat radiasi dimasukkan ke dalam usus atau rahim, entah bagaimana,
Pada pasien kanker payudara, mungkin efek radiasi dirasakan paling ringan, karena hanya mengenai jaringan di luar tubuh, paling2 hanya rasa hangat, sedikit gatal dan kulit menghitam di area yang diradiasi.
13 November 2009, Di hari ke 30 terapi radiasiku, aku mampir ke toko kue membeli bika ambon medan ukuran besar untuk aku bagi2kan kepada semua pasien yang datang hari itu, dokter, perawat dan operator alat radiasi pun semua kebagian kue perpisahan dariku.
Selesai sudah pengobatan yang harus kujalani untuk mengatasi kanker payudara yang kuderita. Sekarang aku tinggal mematuhi jadwal kontrol tiap 3 bulan 1x untuk mammo, usg payudara, usg abdoment, thorax dan minum obat secara teratur. Saat ini aku menjalani terapi hormon dengan obat tamoxifen 20mg 1×1 hari selama 5 tahun.
Apabila dalam 5 tahun tidak terjadi relaps (kambuh)  atau ditemukan sel kanker lagi. Maka dokter dapat menyatakan aku sembuh dari kankerDan dengan penuh syukur aku dapat mengucapkan,
I am a breast cancer survivor !!!!

EFEK KEMOTERAPI

PART 2
Intinya seperti itu. Prakteknya bagaimana?
Praktek yang pertama, ya tinggal dipraktekkan, berdoa terus, mohon ampun, mohon kesembuhan, mohon pertolongan Allah dan jangan berhenti berdzikir kepada Allah.
Saya terinspirasi setelah seorang sahabat menghadiahkan saya sebuah buku yang sangat bagus: ”ZIKIR MENYEMBUHKAN KANKERKU” tulisan pengalaman Prof.Dr.H.M.Amin Syukur, M.A.
Praktek yang kedua, juga tinggal dikerjakan. Pikir Positif !!! Terus semangat.
Berpikir positif untuk diri sendiri, orang lain, dan terutama selalu berprasangka baik kepada Allah.
Praktek yang ketiga, libatkan orang2 terdekat dalam penyembuhan.
Saya bicara hati ke hati dengan suami, sepakat bahwa ujian dari Allah  ini bukan untuk saya saja, tapi juga untuk suami dan anak2. Mereka diuji oleh Allah lewat penyakit yang saya derita. Alhamdulillah semua menerima dengan ikhlas. Kehidupan rumah tangga kami berjalan seperti biasa, anak2 tidak pernah membuat masalah.  Saya tetap melayani suami seolah-olah saya tidak sedang menderita sakit, suami tetap mendukung dan selalu menyayangi saya
Sebenarnya, sejak saya didiagnosa kanker, saya ingin segera menjalani pembedahan dan berharap tidak usah dikemoterapi, karena bagi saya dibedah kan, tidak sakit, tinggal dibius, bangun2 sudah beres. Kalau kemoterapi? Subhanallah, membayangkan efek sampingnya saja mengerikan. Belum lagi proses kemo itu sendiri, kan saya tidak bisa minta dibius tiap kali mau dikemo….he….he…. dasar penakut.
Teman2 mengenal saya sebagai orang yang ceria, artinya cerewet iya, ribut iya, gak bisa diem juga iya.  Mereka tidak tau bagaimana saya begitu takut sama yang pahit2, makanya tidak pernah minum jamu, saya takut darah, takut sakit, takut gak enak, takut susah dan banyak lagi lainnya. Alhamdulillah, Allah memberi pikiran positif sehingga aku dapat melihat hikmah dari semua musibah yang menimpaku.
Bagaimana dengan efek kemo yang saya rasakan???  Alhamdulillah wa syukurillah, saya mengalami semua efek kemo yang diterangkan oleh dokter tapi dalam kadar sedikit.
Kalau saya mual, biasanya saya makan sedikit-sedikit tapi sering, tidak makan berat, tapi diganti dengan biskuit, cereal, roti, pisang, coklat, kurma atau apa saja yang menurut saya enak. Selama menjalani kemo, saya tidak pantang makanan apa pun.  Kalau saya muntah, ya sudah saya bersihkan, ganti baju, minum air hangat, terus mulai makan lagi, Lha?? kok gampang bener?? Ya, dipaksalah…
Saya pikir kalau lambung sampai kosong, pada saat saya mau muntah, tidak ada makanan yang keluar, tapi tetap ingin muntah, akhirnya cairan lambung yang keluar, dan itu akan lebih sakit.  Jadi lebih baik setiap mual atau setelah muntah selalu isi lagi lambung dengan makanan. Nanti semua keluar lagi? Gak masalah, mulai saja makan lagi sedikit demi sedikit.
Sssttt. . . .saya kasih tau rahasianya : Sebetulnya memaksakan makan tidak terlalu sulit juga karena saat itu semua makanan tidak ada rasanya, karenalidahku mati rasa.
Alhamdulillah, kemoterapi hanya membuat lidah saya kebal (tidak bisa merasakan rasa makanan) saja. Teman2 sesama penderita kanker ada yang sariawan begitu parah, hingga makanan tidak bisa lewat. Ada yang karena radiasi tenggorokannya seperti terbakar, sehingga air putih yang ditelan pun rasanya seperti api. Untuk sakit yang luar biasa seperti itu, dokter biasanya memasukkan makanan lewat infus atau cara lain.
Tapi kalau cuma mual dan muntah saja? Ayolah, kita pasti bisa mengatasinya
Chemotherapy kedua
Masih seminggu  lagi sebelum kemo kedua aku jalani, rambutku sudah mulai terlepas dari kepala. Bukan rontok lagi, tapi benar2 terlepas dari kulit kepala. Jangankan menyisir rambut, mengangkat kepala dari atas bantal saja, rambutku tertinggal di bantal. Kondisiku benar2 mengerikan. Seperti nenek sihir di cerita Hansel and Gretel.  Kepala pitak disana sini, karena terlepasnya rambut tidak teratur, ada sebagian kepala masih berambut, sebagian lagi sudah tinggal kulit kepalaku saja.  Alhamdulillah, Allah memberiku kekuatan untuk menghadapi kebotakan ini dengan tenang.
Karena aku tahu rambutku akan habis juga, aku ajak anak2ku untuk bergantian menyisir rambutku yang tersisa supaya terlepas semua dari kepalaku.
Keesokkan paginya giliran suamiku merapikan sisa2 rambut yang masih menempel, di atas telinga, di sekitar kening, dahi dan tengkuk dengan pisau cukurnya. Alhamdulillah, suami dan anak2ku dapat menerima keadaanku dengan kepala plontos.
Setelah kemo ketiga, tubuhku kaku seperti papan. Mulai dari bahu sampai pinggang, tidak bisa aku gerakkan sama sekali. Rasanya kaku, pegal, kesal karena tidak bisa bergerak ke kanan kiri. Selama beberapa hari aku tidur dengan posisi duduk, karena kalau berbaring, aku khawatir tidak bisa bangun dari tempat tidur.
Alhamdulillah Allah memberiku kemudahan untuk tidur, jadi meskipun sambil duduk, tidurku cukup nyenyak, makanku tetap enak. Selain punggung pegal, aku tidak punya keluhan apa-apa.
Kemo ke empat, tanggal 30 Juli 2009, bertepatan dengan ulang tahun anakku, Mutiara, yang ke 17. Aku terharu, sementara teman2 SMAnya merayakan ultah ke 17 mereka secara istimewa, anakku menghabiskan hari ultahnya menemani ibunya di RS.  Keesokkan harinya adik-adikku, Lusi dan Sukma menjemputku di RS, karena suamiku harus bekerja. Kami mampir beli Izzi Pizza dan es krim BR untuk acara makan2 bersama.
Saat itu efek kemo mulai menunjukkan bekasnya di kulitku. Pembuluh darah di tanganku menghitam, melukiskan aliran obat kemo seperti gambar sungai di lengan kananku.  Ah, tidak apa2, tidak terasa sakit sama sekali. Cuma seperti punya tato gambar sungai ciliwung di tangan… he…he…
Aku teratur menjalani kemoterapi setiap 3 minggu 1 kali. Kemo ke 5 tanggal 20 Agustus 2009, hanya  2 hari sebelum 1 Ramadhan 1430 H. Sedih juga tidak bisa ikut puasa hari pertama karena baru menjalani kemo. Tapi seminggu setelah kemo, saya konsultasikan dengan dokter mengenai keinginan saya untuk syaum. Alhamdulillah, dokter mengijinkan, dengan catatan bila ada masalah,harus langsung berbuka. Bukankah Allah memberikan keringanan untuk orang yang sakit untuk tidak berpuasa?
Hari pertama aku mencoba puasa Ramadhan, tiba-tiba semua tubuhku terasa gatal2 seperti kalau aku alergi sesuatu. Aku coba tahan, tapi akhirnya jam 2 siang aku  terpaksa berbuka karena harus minum incidauntuk menghentikan rasa gatal di seluruh tubuhku.
Keesokkan harinya, aku niatkan puasa dengan sungguh-sungguh, dan berdoa, memohon kekuatan dalam menjalankan ibadah ini. Alhamdulillah hari itu aku berhasil menahan diri, dan berbuka di waktu maghrib.  Hari2 selanjutnya aku jalani puasa dengan hati2, bila tidak kuat aku berbuka, tapi kalau sanggup, aku teruskan sampai azan maghrib. Alhamdulillah, aku masih dapat berpuasa, hari-hari aku tidak berpuasa kuganti dengan membayar fidyah, karena kondisiku belum memungkinkan untuk mengganti puasa dengan berpuasa lagi.
Efek kemo yang paling dasyat adalah sakit gigi yang tak tertahankan yang kurasakan setelah kemo yang kelima. Rasanya gigi dan gusi seperti diguncang-guncang untuk dicabut, obat biusnya sudah habis, tapi giginya tidak mau lepas2. Astagfirullah aladzim…
Selama kesakitan aku duduk bersila di kasur, memeluk bantal, istighfar, dan berlinangan air mata.
Bila sakitnya hilang, aku segera turun dari tempat tidur, buka kulkas, cari makanan…. ha…ha….. dasar tukang makan.
 Tapi, serius, makanan atau nutrisi memegang peran penting dalam proses penyembuhan,  bila tidak makan dengan benar, bagaimana obat bisa bekerja? Bagaimana daya tahan tubuh akan bisa melawan penyakit yang menggerogoti tubuh?
 Alhamdulillah, saya diberi kemudahan untuk  makan apa saja, sehingga tiap ada kesempatan, saya manfaatkan untuk memberi nutrisi pada tubuh, meningkatkan daya tahan, dan berjuang melawan penyakit ini dari dalam.
Tapi kalau gigi dan gusi terasa sakit lagi aku kembali jalani ritual, diam di kamar, istighfar, dan berlinangan air mata menahan sakit.
Sakit gigi ini kurasakan selama 1 minggu, datang dan pergi, dalam sehari bisa dua – tiga kali, kadang-kadang pagi, siang atau tengah malam saat semua terlelap.
Suamiku tidak tahan melihat penderitaanku, menyarankan untuk segera ke dokter gigi, mengira itu karena ada gigi yang berlubang atau tambalan yang lepas. Setelah sakit gigi dan gusi linu berkurang, aku membatalkan kunjunganku ke dokter gigi. Pikirku, lebih baik menunggu kemo selesai, tinggal satu kali lagi, baru aku akan ke dokter gigi.
Kemo terakhir aku jalani tanggal 10 September 2009, alhamdulillah, semua berjalan lancar. Setelah ini aku tinggal menjalani radioterapi, tapi harus menunggu 3 minggu sejak kemoterapi terakhir. Aku putuskan untuk mulai radioterapi tgl 1 Oktober.
20 September 2009, hari pertama Lebaran, kami berkumpul di rumah mertuaku di Tebet. Kondisiku hari itu benar2 lelah dan mengantuk, sehingga aku tertidur di kamar seharian sampai semua tamu pulang.
Lebaran hari kedua, kondisiku sudah kembali sehat, kebetulan keluarga pamanku mengadakan open house di Pandeglang, Jadilah kami sekeluarga meluncur ke arah Anyer untuk bersilaturahmi di sana.
Karena acara sampai sore, kami berpikir untuk menginap saja di Tanjung Lesung Resort, hanya 2 jam perjalanan dari sana. Alhamdulillah, keluarga adikku, Lusi, ikut bergabung dengan kami ke Tanjung Lesung.
Paginya kami berjalan2 di sepanjang pantai Tanjung Lesung, anak2 bermain air laut, bermain pasir, dan naik jet ski. Aku bahkan mencoba naik jet ski berdua suamiku. Benar-benar menyenangkan. Aku sampai lupa baru 10 hari yang lalu aku menjalani kemoterapiku yang ke enam.
(Bersambung)

TINDAKAN KEMOTERAPI


TINDAKAN KEMOTERAPI
Tanggal 14 Mei, aku  baru lepas spuit dibantu dr.Walta, sp.B.onk. karena dr. Samuel sedang cuti. Hari itu hasil PA (patologi anatomi) dari potongan jaringan kanker yang diambil dari tubuhku sudah keluar. Hasilnya sisa jaringan di dadaku sudah tidak ditemukan sel ganas, artinya sudah bersih,  Alhamdulillah. . . .
Tapi sungguh mengejutkan, dari 9 kelenjar getah bening yang diambil dokter untuk biopsi, 8 dinyatakan positif mengandung sel ganas serupa yang sebelumnya ada di jaringan payudaraku.
Aku terhenyak,  Inna lilahi wa inna ilaihi rojiun, hanya itu yang bisa aku bisikkan. Jadi setelah dioperasi, tubuhku dinyatakan bebas dari kanker payudara, tapi diduga ada sel ganas yang menyebar ke kelenjar getah bening. Aku minta penjelasan dr. Walta mengenai kondisiku. Beliau menjelaskan, sebenarnya dari hasil biopsi, cukup dengan adanya 1 sel positif mengandung sel ganas, tindakannya adalah kemoterapi.
Tapi karena aku memiliki 8 sel positif dari 9 KGB (kelenjar getah bening) yang diangkat, kemoterapinya mungkin dengan obat yang paling keras.
”Apa yang harus saya lakukan, dok?”  aku terdengar seperti orang putus asa. Dokter Walta menenangkan, katanya manusia berusaha, Tuhan yang menentukan kesembuhan seseorang. Pengobatan hanya ikhtiar.
Karena kemoterapi sangat berat, sakit, dan sangat tidak menyenangkan. Kita memerlukan pertolongan Allah untuk menghadapinya.
dokter menyarankan saat obat kemo masuk ke pembuluh darah, tanamkan di otak inilah jalan yang ditentukan Allah untuk kesembuhan, berdoalah seiring aliran obat menyebar ke seluruh tubuh, Insya Allah, pengobatan ini akan mengantar kita ke kesembuhan.
rs-01
Alhamdulillah, aku diberi kekuatan untuk mempersiapkan diriku melalui tahap ini.
Satu hal yang ditekankan oleh dokter adalah positif thinking, tidak boleh stress, menjalankan segala sesuatu dengan ringan. Aku coba menjalankan nasehat dokter.
Tanggal 18 Mei 2009, dr.Samuel membuka jahitan bekas operasi, beliau memastikan tindakan kemoterapi yang harus aku jalani. Aku dirujuk ke dr.spesialis penyakit dalam untuk menjalani pengobatan kemoterapi. Sebelum kemo, aku melakukan pemeriksaan lab lengkap dengan mengumpulkan urine 24 jam, dan  periksa ekg jantung untuk memastikan kondisiku siap menjalani kemoterapi.
Tanggal 20 Mei 2009, aku konsul dr.Noorwaty,spD.Khom untuk pertama kali, melihat kondisiku, dokter Noor menjadwalkan aku 6x kemo dengan jarak 3 minggu, memakai obat Taxotere.
Ternyata Taxotere harganya sangat mahal. Harga obatnya saja Rp.12 juta untuk satu kali kemo belum biaya kamar dan obat2an lainnya.  Dokter memperkirakan, untuk  6 x kemoterapi total harga obat kemo, obat2an pendukung, serta harga kamar,  akan dibutuhkan dana sekitar 90 jutaan.
Aku kemukakan keadaanku, meskipun pengobatan diganti kantor suamiku, tapi ada batas maksimum yang akan dicover. Aku juga punya asuransi kesehatan, tapi hanya mengganti biaya kamar Rp.500.000,- per hari. Totalnya masih jauh dari 90 juta. Jadi atas saran Dewi, temanku sesama penderita kanker, aku minta obat generik yang mutunya sama dengan taxotere, tapi bukan obat paten, sehingga jatuhnya bisa lebih murah.
Tanggal 28 Mei 2009, aku masuk RS Dharmais untuk menjalani kemoterapi yang pertama.
Karena obat kemo sangat keras, maka ada beberapa persiapan yang harus dilakukan. Sebelum obat kemo masuk, aku disuntik obat anti alergi, obat anti mual dan cairan infus lain.
Obat kemo baru dimasukkan melalui infus (intra vena) satu jam kemudian. Obat kemo dibagi dalam 3 tahap, Setelah obat kemo tahap 1 di kantung infus habis, diselingi dengan cairan infus untuk membilas, kemudian baru infus obat kemo tahap dua, diselingi dengan caitan infus untuk membilas,  lalu obat kemo tahap ketiga, terakhir cairan infus untuk membantu penyerapan obat kemo.
Seluruh proses kemoterapi yang aku jalani makan waktu tidak kurang dari 12 jam.
Aku mulai disuntik obat anti alergi dan anti mual jam 4 sore, cairan kemo mulai masuk jam 6 sore, selesai jam 6 pagi keesokkan harinya. Setelah itu aku masih diinfus dengan cairan elektrolit sampai jarum infus dicabut jam 10 pagi.
Kalau dibandingkan dengan tindakan bedah yang aku jalani, terapi dengan obat kemo ini sungguh berat. Cairan  yang masuk lewat lengan kananku kadang terasa dingin seperti air es, kadang nggremet sehingga ingin kugaruk tapi aku tahan.
Aku mengalihkan semua rasa tidak enak dan tidak nyaman dengan dzikir. ”Subhanallah, Walhamdulillah, wala ilaha ilallah hu Allahu Akbar”, sampai kantuk membuatku terlelap.
Dokter sudah memperingatkan aku tentang efek samping kemo yang tidak menyenangkan seperti : mual, muntah, lemas,ruam di sekujur tubuh, kuku dan kulit menghitam, otot-otot kaku, sariawan, lidah kebal, sulit menelan, nyeri, gatal-gatal karena alergi, rambut rontok sampai ke akarnya, gusi ngilu serta banyak lagi perasaan tidak nyaman lainnya.
Tapi karena daya  tahan tiap orang berbeda-beda, ada yang mual dan muntah langsung setelah obat kemo masuk, ada yang baru merasa mual sesudah pulang ke  rumah setelah kemoterapi, bahkan ada yang sudah mual sejak tiba di RS padahal baru akan menjalani kemoterapi keesokkan harinya.
Jadi pikiran kita benar-benar mempengaruhi kesiapan kita menjalani terapi.
Always think positif, itu akan banyak membantu.
Some people think about the problem
Some people think about solution
Orang yang mempunyai cara pandang negatif, cenderung fokus pada masalahMereka berpikir : mengapa ini bisa terjadi, mengapa saya yang sakit, mengapa saya yang kena musibah dan bukan orang lain, dan sebagainya..
Sedangkan orang dengan cara pandang positif lebih memikirkan tentang solusiatau jalan keluar.  Mereka berpikir, faktanya saya sakit, berarti saya harus berobat, saya harus berjuang, saya pasti bisa sembuh, dengan ijin Allah.
Saya ingin berbagi, bagaimana cara saya menghadapi efek kemoterapi yang luar biasa ini.
Pertama, doa & dzikir yang tak putus. Ini sangat membantu saat saya merasa tidak nyaman luar biasa, saya merasa Allah bersama saya pada saat2 berat itu.
Kedua, berpikir positif, Allah mengijinkan saya sakit, karena ingin menghapus dosa2 saya yang lalu. Allah berjanji, bila saya sabar dan ikhlas menerima cobaan dari Nya. Insya Allah dosa saya diampuni.  Seperti teman saya sarankan, berbaik sangkalah kepada Allah… jadi saya percaya Allah memberi cobaan ini semata-mata karena sayangNya pada umatNya yang satu ini.
Ketiga, jalani hidup normal, biasa saja. Jangan memikirkan hal2 kecil yang bisa membuat kita stress.
(BERSAMBUNG)

TINDAKAN OPERASI


TINDAKAN OPERASI
Dokter memutuskan satu-satunya jalan untuk sembuh adalah pembedahan, pengangkatan jaringan payudara yang kena kanker. Tiba-tiba aku serasa digerogoti oleh jutaan semut api yang merambat di seluruh tubuhku. Akugilapen. Ingin kanker di tubuhku cepat dibuang, dengan tenang aku minta dioperasi secepatnya. Suamiku terlihat terkejut tapi dia mengangguk menyatakan persetujuannya.
Setahuku, biasanya dokter perlu waktu untuk meyakinkan pasien, bahwa pembedahan adalah jalan terbaik untuk menghentikan perkembangan dan penyebaran kanker, dan biasanya pasien perlu waktu untuk menelan pil pahit vonis kanker, menenangkan diri atau mencoba pengobatan alternatif selain operasi. Tapi aku tidak. Aku sudah mantap harus segera dioperasi, sebelum kanker itu menyebar ke bagian lain dari tubuhku.
Karena aku sudah setuju untuk dibedah, Dokter langsung menyuruhku foto tulang (bone scan), foto thorax dan abdomen serta pemeriksaan darah lengkap untuk persiapan operasi.
Tgl. 21 April 2009. Diantar Mutiara, anakku yang sulung aku mendaftar pemeriksaan bone scan di basement RS Dharmais. Ternyata, untuk  pemeriksaan tersebut, aku  harus bikin janji dulu sehari sebelumnya, bawa 2 lt air minum,  dan harus datang sebelum jam 8 pagi. Akhirnya aku pulang setelah buat janji untuk pemeriksaan esok harinya.
Tgl.22 April 2009. Diantar Permata, anakku yang kedua, aku berangkat jam setengah 6 pagi dari Bekasi supaya dapat  tiba di RS sebelum jam 8. Aku dapat giliran pertama  di foto thorax, dan foto abdomen. air minum sebanyak 2 lt yang kubawa dari rumah harus dihabiskan dalam waktu 1 jam. Karena kata perawat, supaya hasil foto tulang (bone scan) bagus, tubuhku harus mengandung  cukup cairan.
Suamiku tetap berharap aku menemui dokter lain untuk minta second opiniontentang kondisi penyakitku. Untuk menenangkannya aku langsung ke RS Hermina Bekasi sepulang dari RS Dharmais. Sayangnya dokter bedah di RS Hermina sedang operasi, jadi aku buat janji untuk hari Sabtu.
Tgl.23 April 2009. badanku pegal semua. Kaku dari pinggang sampai pundak. Mungkin karena kemarinnya terlambat makan dan  terlalu lelah menjalani semua pemeriksaan. Keesokan harinya aku masih istirahat di rumah.
Tgl.25 April 2009. hari Sabtu, suamiku mengantarku menemui dokter bedah di RS Hermina. Dokter bedah memastikan bahwa aku memang kena kanker, dan menganjurkan untuk segera operasi.
Aku sebenarnya ingin dioperasi di Bekasi saja biar dekat rumah.  Tapi suamiku menyarankan aku untuk dioperasi di Dharmais, karena merupakan RS pusat kanker. Aku setuju.
Malam itu kami sekeluarga makan di luar dan belanja kebutuhan bulanan. Tidak tampak sama sekali kalau aku menderita sakit yang sangat serius. Bahkan Minggu pagi aku isi dengan membereskan rumah. Kupikir, kalau aku jadi dioperasi hari Senin, sebaiknya rumahku sudah rapi.
Sampai Senin itu aku masih belum punya PRT. Suamiku tidak masuk kerja hari itu untuk menemani aku ke RS. Dharmais. dr.Samuel senang melihat hasil foto thorax, abdomen dan bone scanku yang bersih maksudnya sel kanker belum menyebar ke daerah rongga dada, rongga perut maupun tulang. Artinya kankerku masih stadium dini. Alhamdulillah.
Aku dan dokter sepakat untuk menjadwalkan operasiku sesegera mungkin. Dokter menyediakan waktunya Selasa atau Rabu pagi, aku disuruh masuk ruang perawatan malam itu juga, agar paginya bisa langsung operasi.
Sayangnya malam itu tidak ada kamar perawatan yang kosong. Aku baru dapat kamar Selasa sore. Malam itu aku menginap di RS sendirian. Kalau ada yang menemani, aku justru khawatir akan menangis terus dan tidak bisa istirahat. Ternyata benar, malam itu aku tertidur dengan mudah, setelah aku berdoa, kupasrahkan hidup dan matiku pada Allah swt. Bila memang ini sudah waktuku aku hanya mohon Allah mengampuni dosa-dosaku, dan aku dapat mati dalam keadaan yang baik.
Keesokan paginya seluruh keluargaku berkumpul, orang tuaku, adik2ku, suami dan kedua anak perempuanku. Bahkan tanteku dari pihak ibu, juga datang memberi semangat.
Rabu pagi, 29 April 2009, Sebelum operasi, dr.Samuel membrief aku dan suamiku, dia ragu untuk melakukan operasi melihat hasil hbku yang rendah (hanya 8.9 , dari nilai normal 15) Tapi aku bersikeras untuk tetap menjalani operasi hari itu, tepatnya 11 hari sejak aku diketahui mengidap kanker.
Dokter menjelaskan, aku akan menjalani operasi BCT atau Breast Conservating Treatment artinya hanya akan mengambil tumor dan jaringan sekitarnya, tapi mempertahankan jaringan payudara yang sehat. Dokter menyatakan tidak perlu mengangkat seluruh payudara (radical mastectomy) karena kanker yang kuderita masih stadium 2A.
Setelah minta maaf kepada suamiku, aku berdoa, dan didorong masuk ruang operasi. Tak henti-henti aku berdzikir menyebut nama Allah hingga aku tak sadarkan diri. ….
Suster membangunkan aku di ruang recovery. Katanya operasi berjalan lancar, sejak pukul 11.00 sampai pukul 2 siang. Kulihat dadaku sudah dibebat  kain perban. Aku didorong keluar,suamiku menyambut dengan mencium keningku, dan membawa ke kamar perawatan. Banyak teman dan saudara yang datang menjenguk sampai malam. Suamiku pulang jam 9. Malam itu anakku yang kedua, Permata, menemaniku menginap.
Paginya, kondisiku sudah lebih baik, badanku agak pegal karena semalaman tidur miring ke kanan, takut kena bekas operasi di dada kiri. Aku sudah bisa duduk dan turun dari tempat tidur. Aku bahkan sudah dijemput perawat untuk melakukan latihan rehabilitasi medik agar bisa menggerakkan anggota tubuh pasca operasi. Siang itu  banyak tamu datang menjenguk, ada tetangga rumahku di Bekasi, teman-teman SMPku di Asisi, teman-teman di SMAN 8, juga kerabat dekat dan jauh. Semua mendoakan aku agar cepat sehat kembali.
Aku (berjilbab) saat dijenguk teman2 SMP Asisi, sehari setelah operasi
Jumat sore, dr. Samuel mengunjungiku. Melihat kondisiku beliau mengijinkan aku pulang besok pagi.
Sabtu pagi aku siap-siap pulang, dr.Bambang sp.PD mengunjungiku dan menganjurkan aku minum Haemobion selama 6 bulan untuk meningkatkan hb ku yang rendah. Sebelum pulang, aku masih menerima kunjungan dari tetanggaku yang datang menjenguk.
Sampai di rumah, orang tua dan adik-adikku sudah berkumpul, menyambutku di rumah, semua membawakan buah-buahan dan makanan. Bahkan salah seorang adikku meminjamkan PRTnya untuk membantuku selama beberapa hari. Aku sangat bersyukur suami, anak-anak dan seluruh keluarga mensupportku saat menghadapi keadaan yang sulit ini.
Hari-hari selanjutnya, kujalani dengan penuh syukur. Allah swt telah memberiku kesempatan kedua untuk menjalani hidup ini dengan lebih baik.
Tahap pemulihan  setelah operasi berjalan cepat. Setiap habis Subuh, selesai aku membersihkan diri, suamiku mengganti bebat yang menutup perban bekas operasi. Sore hari giliran anakku, Permata, yang Insya Allah menjadi dokter, yang mengganti perban setelah aku mandi sore. Tak terasa sudah 5 hari, waktunya aku kontrol ke dr. Samuel, ternyata spuit (selang yang dipasang untuk mengeluarkan tetesan darah sisa operasi) belum bisa dicopot, tapi dokter sudah mengijinkan aku jalan keluar rumah.
Keesokan harinya,  tepat 6 hari setelah operasi, aku pergi ke salon dekat rumahku  untuk cuci rambut, karena aku belum bisa keramas sendiri. Aku juga ke bank untuk ganti buku tabungan yang sudah habis, sekalian ambil uang untuk bayar keperluan bulanan. Spuit dengan selang yang masih menggantung dari lipatan tangan dan dada aku sembunyikan di balik jaket.
Tanggal 9 Mei adikku ulang tahun, dan merayakannya keesokkan harinya di Aquarium resto. Aku datang, masih dengan spuit di balik bajuku, karena belum dilepas dokter. Banyak tamu yang terkejut melihat aku sudah jalan-jalan, padahal baru seminggu lalu dioperasi. He…he… he….aku memang tidak bisa diam.

VONIS KANKER

PENGALAMANKU MENJADI SURVIVOR KANKER PAYUDARA
November 2009, Alhamdulillah rangkaian terapi yang harus kutempuh untuk melawan kanker payudara yang kuderita telah selesai. Aku hanya berdoa, semoga inilah akhir perjalanan kanker menggerogoti tubuhku.
Sebenarnya kemungkinan terkena kanker telah aku antisipasi sejak lama, bahkan sebelum aku menikah, aku dan suamiku sudah menginventarisir penyakit genetis yang mungkin kami turunkan pada anak2 kami nantinya. Dari pihakku ada turunan darah tinggi, sedang dari pihak suamiku ada turunan diabetes. Selain itu aku kemukakan  kemungkinan kena kanker karena almarhum eyangku dari pihak ibu meninggal karena kanker payudara, dan ada riwayat kanker pula dari kakak beradik ibuku, meskipun mereka semua masih hidup sehat sampai sekarang.
Dengan faktor resiko tinggi, seharusnya aku  mulai menjalani tes mamografi  setiap tahun  ketika usiaku mencapai 40 tahun, sayangnya hal itu aku abaikan karena merasa sehat-sehat saja.
Kanker adalah penyakit yang mematikan namun  tidak menimbulkan rasa sakit, kecuali sudah stadium lanjut.
Itu mungkin yang menyebabkan banyak  pasien kanker tidak menyadari kalau mereka sakit kanker, sampai sudah terlambat untuk ditangani.
Itu sebabnya penting sekali melakukan deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan kesehatan di RS.
Aku sendiri tidak merasakan sakit yang berarti saat  kutemukan benjolan kecil di ketiak sebelah kiri. Benjolan itu pun hilang dalam beberapa hari, seiring dengan aku haid.   Mulai awal April, aku sering demam ringan yang datang pergi, kupikir itu hanya karena kelelahan mengurus rumah, mengingat aku tidak punya PRT yang tetap sejak Januari. Selain demam ringan, tidak ada keluhan lain, aktivitas harianku pun berjalan biasa.  Bahkan kami sekeluarga  pergi berlibur ke Yogya pada tanggal 9 sampai 11 April 2009.
VONIS KANKER PAYUDARA
Sepulang dari Yogya, aku makin mudah lelah, demam tiap malam, meskipun paginya sudah baik lagi. Tanggal 16 April 2009, suamiku berangkat tugas ke India selama 3 hari. Sepeninggal suamiku, demamku semakin menjadi, kukabari suamiku, aku disuruh periksa ke dr.Gunawan, dokter keluarga yang praktek dekat rumahku.
Saat konsultasi aku kemukakan riwayat kanker dalam keluargaku, dan adanya benjolan kecil di ketiak kiri, yang saat itu sudah tidak kurasakan keberadaannya.
Dokter langsung menyarankanku untuk USG Payudara. Ditemani anakku, aku mengendarai motor untuk USG Payudara  di RS Mitra Keluarga Bekasi.
Tgl. 17 April 2009. Dokter yang memeriksaku menyesalkan, mengapa aku baru memeriksakan diri sekarang. Tapi dia tidak menjelaskan penyakit apa yang aku derita, apakah aku positif kanker atau hanya tumor jinak. Aku hanya disuruh mengambil hasil USG keesokkan harinya.
Firasatku mengatakan kalau aku menderita kanker payudara. Malam itu aku tidak bisa tidur, Aku berdoa kepada Yang Maha Kuasa, mohon kekuatan agar dapat menjalani yang menjadi takdirku, bila benar aku menderita kanker.
Lalu kuhabiskan waktuku membuka semua website mengenai kanker payudara dan mencari informasi sebanyak-banyaknya.  Malam itu suamiku menelpon dari India, dia akan pulang besok pagi. Aku tidak menceritakan soal pemeriksaan USG yang aku jalani.
Tgl.18 April 2009. Pagi-pagi aku kembali ke RS Mitra Keluarga untuk mengambil hasil USG. Masih ditemani anakku, aku mengendarai motor sambil pikiranku melayang kemana-mana. Benar saja. Hasil USG menunjukkan hasil (suspect) dugaan aku menderita kanker di payudara sebelah kiri. Untuk memastikannya aku dianjurkan menjalani mammografi.
Setelah menerima hasil itu, aku langsung mengajak anakku ke kantin rumah sakit dan makan lontong cap go meh. Aneh? Yah, memang begitulah aku. Kalau stress, bingung, marah atau senang aku selalu lari ke makanan.
Saat itu suamiku telpon, memberitahukan bahwa dia sudah tiba di Bandara, berarti sebentar lagi dia pulang. Dalam perjalanan dari RS, aku mampir ke Ayam Goreng Suharti, beli lauk untuk makan siang. Perasaanku masih datar, tidak ada rasa cemas, gelisah atau ketakutan.
”ngapain ke RS?” tanya suamiku, karena waktu dia telpon tadi aku masih di RS. Aku sodorkan hasil USG yang kuterima tadi pagi. Dia kelihatan bingung, antara tidak mengerti dan tidak tau harus bilang apa. Mungkin dia masih ”jet lag”. Sorenya aku minta suamiku menemani ke dr.Gunawan yang merujuk aku ke RS, untuk menunjukkan hasil USG. Dokter langsung menganjurkan untuk mammografi, sesuai dengan anjuran dokter RS.  Setelah magrib, aku diantar suamiku ke RS untuk mammografi. Ternyata hasilnya bisa ditunggu.  Tepat jam 8 malam dokter sp.rad memanggilku untuk menjelaskan hasil mammografi. Seperti yang kuduga, hasil mammografi memastikan dugaan kanker payudara yang tadinya sudah terdeteksi oleh USG Payudara.
Suamiku speechless. Aku langsung menghubungi 108, menanyakan nomor RS Dharmais. Kemudian aku telpon Dharmais, langsung buat janji dengan dokter ahli kanker payudara. Suamiku minta aku tidak terburu-buru, mungkin dokternya salah diagnosa atau apalah. Aku tidak setuju. Malam sebelumnya sudah aku baca semua artikel tentang gejala, tanda-tanda kanker, dan ternyata sebagian besar tanda-tanda itu aku temukan di tubuhku, walaupun selama ini tidak aku sadari.
Tgl 19 April 2009. Hari Minggu suamiku mengajak ke rumah ibu mertuaku yang ultahnya dirayakan hari itu. Aku tidak pergi. Suamiku masih berharap  aku hanya sakit biasa-biasa saja, bukan sakit serius. Hari itu aku habiskan di kamar sendirian, berdoa, mengadukan keadaanku pada Sang Pencipta.
Iseng-iseng aku telpon tanteku, kakak dan adik mendiang ibuku, yang kuketahui pernah menderita kanker. Aku menanyakan RS, dokter dan pengobatan yang pernah mereka jalani, sehingga bisa survive sampai sekarang. Ternyata tanteku dulu dirawat oleh dr.Didit Tjindarbumi, sedangkan tanteku yang satu lagi dirawat di RS Mount Elizabeth, Singapura. Mereka prihatin tapi mendorong aku untuk cepat bertindak, tidak menunda-nunda untuk berobat, dan tetap semangat. Mereka adalah contoh nyata, penderita kanker bisa sembuh dan sehat kembali.
Tgl. 20 April 2009. Senin pagi, diantar supir, aku mendaftar untuk konsultasi dengan dr. Samuel, sp.B.onk. suamiku harus pergi kerja setelah 5 hari sebelumnya tidak ke kantor karena dinas ke luar negeri.
Saat menunggu dokter, kulihat banyak pasien lalu lalang dengan keadaan yang menyedihkan. Didorong dengan kursi roda, kepala terkulai lemas, ada yang berjalan terseok-seok, ada yang wajahnya menghitam, ada yang bertopi tapi karena kebesaran, terlihat kepalanya yang tidak berambut, dan tiba-tiba aku merasa down. Akan seperti itukah keadaanku?
Aku tidak sanggup menghadapi ini sendiri. Sambil menangis kutelpon suamiku memintanya untuk pulang cepat dari kantor dan langsung ke RS Dharmais.
Suamiku langsung ke Dharmais, menemaniku konsul ke dokter.
Baru melihat kondisi payudaraku, dr.Samuel langsung menyimpulkan aku  kena kanker payudara. Beliau bahkan belum memeriksa secara fisik atau mencari benjolan di payudara atau di ketiak seperti yang kukeluhkan. Apakah sudah begitu parah kanker yang menggerogoti tubuhku? Atau dokter sudah terbiasa melihat tanda-tanda kanker sehingga dia dapat menyimpulkan kanker hanya dari tampilan luar saja?